Ini hanya karangan saya sebagai penggemar pasangan Bi Dam - Deokman dalam The Great Queen Seondeok. Tidak ada niatan mengubah cerita film yang sudah ada ataupun merusak cerita itu.
Untuk mempermudah, nama yang digunakan dalam cerita ini adalah nama-nama asli pemain The Great Queen Seondeok. Tapi ada sedikit perbedaan dalam marga karena disesuaikan dengan nama pemeran yang lebih dominan. Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan. Terima kasih.
--------------------------------------------------------------------------------
Scene 1
*Bi Dam : Kim Nam Gil *Deokman : Lee Yo Won
*Mi Shil : Go Hyun Jung *King Jinji : Kim Im Ho
*Yong Soo : Kim Jung Chul *Cheon Myeong : Park Ye Jin
*Bo Jong : Go Do Bin *Sohwa : Park Young Hee
*Chil Sook : Park Kil Kang
--------------------------------------------------------------------------------
Yang saling mengenal selamanya terhubung
Terikat rantai takdir
Membelenggu kenangan dan jati diri
Menumbuhkan rasa, pertemukan hati
Masa lalu tak benar berlalu
Masa kini terkait dengan yang lalu
- Kim Nam Gil - 13 Maret 1999 - Seoul -
Katanya aku pembawa sial. Katanya aku tak tahu diri. Katanya aku pembuat onar. Aku mengingatnya. Karena setiap hari itulah yang dikatakannya padaku. Setiap jam. Dan setiap detik bila dia mendapat kesempatan.
Dia bukan ibuku. Tapi dialah satu-satunya ibu yang kukenal. Guruku pernah berkata, tak boleh melawan Ibu dan Ayah. Setiap anak harus menyayangi dan menghormati orangtua. Tapi Ibu tak pernah menyangiku. Dia membenciku.
Plakkk...
Aku sedikit meringis merasakan perihnya tamparan di pipi kananku. Tubuhku terdorong ke belakang dan kepalaku membentur tembok. Sakit. Aku membelalakan mata walau sebenarnya ingin memejamkannya. Kalau mataku terpejam, aku akan menangis. Aku tidak mau menangis. Ibu akan memukulku lebih keras bila dilihatnya aku menangis.
"Cepat minta maaf!" bentak Ibu.
"Tapi aku tidak salah," protesku. Aku tidak bersalah. Ibu marah saat aku meminta ulangtahunku kali ini dirayakan. Padahal semua temanku merayakannya bersama keluarga mereka. Ada kue ulangtahun, balon, dan badut.
"Kau hanya anak haram yang bernasib baik karena bersedia kupungut! Berani-beraninya kau meminta lebih!? Kurang ajar!"
Plakkk...
Kudapatkan satu tamparan lagi. Kali ini membuatku tersungkur di lantai. Aku takut padanya. Dengan kedua tanganku, aku berusaha melindungi kepalaku dari pukulannya. Kepalaku terasa sakit... sudah kutahan, tapi akhirnya aku tetap menangis. Aku memejamkan mata dan meringkuk kesakitan sementara Ibu terus memukuliku.
"Apa-apan ini!?" Itu suara bentakan Ayah. Aku senang Ayah pulang. Ibu tidak terlalu sering memukulku bila ada Ayah dan kak Jung Chul.
"Kenapa Ibu memukuli Nam Gil?" seru kakak.
"Kim Im Ho! Anak harammu ini tidak tahu diri dan kurang ajar!" teriak Ibu pada Ayah. "Aku tidak mau mengurusnya lagi. Serahkan dia pada si jalang Go Hyun Jung!"
Aku ingin berlari memeluk Ayah, tapi tubuhku begitu lemas. Dan semuanya berubah menjadi gelap...
Wanita itu sangat cantik. Tapi pakaiannya seperti baju perang yang kulihat dipakai seorang aktor di film kolosal yang kutonton bersama kakak. Aku tidak mengenalnya. Siapa dia? Kenapa matanya berkaca-kaca? Wanita itu melangkah maju dan memelukku. Pelukannya terasa hangat. Bahkan Ayah tak pernah memelukku begitu. Tak ada yang pernah memelukku seakan benar-benar sayang padaku. Siapa dia? Apakah dia ibuku yang sebenarnya?
Aku mengerjapkan mata saat merasa ada cahaya yang menyorot tajam ke wajahku. Aku membuka mata dan melihat anak laki-laki tak kukenal sedang mengawasiku. Siapa dia? Di mana wanita tadi? Di mana Ayah? Di mana kakak?
"Apa dia sudah sadar, Do Bin?" tanya sebuah suara wanita dari luar kamar tempatku berada sekarang.
"Ya. Dia sudah bangun!" seru anak bernama Do Bin itu.
Seorang wanita cantik memasuki kamar tempatku berbaring. Siapa dia? Dia bukan wanita yang memelukku tadi. Dia juga bukan Ibu.
"Di mana ayahku?" tanyaku.
Wanita itu tersenyum masam. "Di rumahnya," jawabnya. "Mulai sekarang kau akan tinggal di sini."
"Kenapa? Aku mau ayahku!"
"Istrinya tak menginginkanmu," kata wanita itu. "mulai sekarang kau tinggal bersamaku."
Aku takut. Aku marah. "Kenapa?"
"Karena aku ibumu."
***
- Lee Yo Won - 13 Maret 1999 - Pusan -
Pria itu tersenyum lebar. Begitu lebar hingga memamerkan deretan giginya yang putih cemerlang seperti para bintang iklan pasta gigi di TV. Ekspresi wajahnya begitu lucu, membuatku ikut tersenyum. Aku tidak mengenalnya. Dia bukan Ayah. Dia juga bukan pamanku. Aku juga tidak punya kakak laki-laki. Siapa dia?
Pria itu menyodorkan rangkaian bunga berwarna kuning cerah padaku. Tanganku terulur untuk menerimanya, tapi belum sempat aku menerimanya tiba-tiba dia menghilang.
"Yo Won, ayo bangun, kita sudah sampai," Ibu membangunkanku.
"Biarkan dia tidur," kata sebuah suara. "aku akan menggendongnya ke dalam."
Tubuhku terasa diangkat seseorang. Dengan malas aku membuka mata dan melihat wajah Paman Kil Kang yang tersenyum padaku.
"Nah, akhirnya dia terbangun," katanya dengan suaranya yang besar dan berat.
"Kenapa ada Paman?" tanyaku bingung.
"Kau tak ingat? Kita mengunjungi Paman Kil Kang dan Bibi Young Hee-mu, kan?" kata Ibu sambil menarik keluar tas-tas pakaian kami dari taxi.
Sekarang aku ingat. Beberapa hari lalu Ibu mengajakku mengunjungi Paman dan Bibi di Pusan, setelah dia menangis lama sekali di kamarnya.
"Kenapa merengut begitu?" tegur Bibi Young Hee dari ambang pintu rumahnya. Dia mencubit pipiku pelan. "Kau kan lebih manis kalau tersenyum?"
Tapi aku tidak mau tersenyum. Aku marah pada Ayah. Dia yang membuat Ibu menangis. Aku tidak sayang pada Ayah lagi.
Malam itu aku dan Ibu pulang dari berbelanja. Sejak siang kami jalan-jalan dan sekalian mencari baju untuk acara ulangtahunku bulan depan, lalu sesampainya di rumah kami melihat ada mobil Bibi Hyun Jung--adik tiri Ayah--terparkir di depan rumahku. Ibu membawaku ma-suk lewat pintu belakang, lalu langsung ke ruang kerja Ayah. Tapi Ibu tidak jadi masuk saat melihat Ayah sedang mencium Bibi Hyun Jung. Aku tidak mengerti, kenapa Ayah mencium Bibi Hyun Jung? Apa Bibi mengalami mimpi buruk? Biasanya Ayah menciumku bila aku bermimpi buruk.
Aku ingin menyapa mereka, tapi Ibu langsung menarikku menjauh. Di kamarnya Ibu terus menangis. Aku tidak tahu kenapa Ibu menangis. Mungkin Ibu kesal karena Ayah mencium Bibi Hyun Jung, karena sambil menangis Ibu terus bergumam; "…dia menciumnya…"
"Yo Won!"
Aku bergerak-gerak gelisah dalam gendongan Paman Kil Kang saat melihat kak Ye Jin berlari mendatangiku. "Kakak!"
Setelah Paman menurunkanku, kak Ye Jin langsung memelukku, dan aku juga balas memeluknya. Aku selalu menyukai kak Ye Jin. Dia anak Paman Kil Kang dan Bibi Young Hee. Kami sam-sama berumur enam tahun, tapi Ibu menyuruhku memanggil kak Ye Jin kakak karena katanya dia lebih tua beberapa hari dariku.
"Ye Jin, kau tidak keberatan, kan, kalau terpaksa sekamar dengan Yo Won?" tanya Ibu.
Aku dan kak Ye Jin saling bertatapan kemudian menyeringai senang. "Tentu saja tidak. Aku senang sekali!"
"Aku juga! Aku senang sekamar dengan kakak," kataku setuju. "Tapi bagaimana dengan Ayah, Bu? Apa kita tidak pulang ke rumah?"
"Tidak," jawab Ibu dengan suara serak. "Kita tidak pulang. Jangan khawatir, Ayahmu tak akan mencari kita kemari."
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar